Keputusan FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia adalah bentuk inkonsistensi dan standar ganda FIFA atas komitmennya terhadap Statuta FIFA sendiri dan prinsip Hak Asasi Manusia yang tertuang di dalam FIFA Human Rights Policy tahun 2017. Keputusan pembatalan dari FIFA merupakan bentuk penghindaran FIFA dari isu yang melatarbelakangi keputusan tersebut, yakni terkait penolakan partisipasi timnas Israel dari publik Indonesia, yang menganggap Federasi Sepakbola Israel tidak layak ikut serta dalam Piala Dunia U-20 karena mendukung penjajahan pemerintah Israel terhadap Palestina. Federasi Sepakbola Israel telah melanggar ketentuan Statuta FIFA Pasal 72 ayat (2), yang menyatakan bahwa “anggota asosiasi dan klubnya dilarang untuk bermain di teritori negara lain tanpa adanya persetujuan -dari asosiasi negara tuan rumah”, dengan mengakomodir 6 klub bola (Kiryat Arba, Givat Zeev, Maale Adumim, Ariel, Oranit, and Tomer) yang beroperasi di Tepi Barat, yang berdasarkan hukum internasional merupakan wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel.
Dalih FIFA yang selama ini seolah ingin memisahkan antara isu politik dan olah raga menjadi sulit diterima karena saat ini organisasi tersebut melakukan boikot atas Rusia. Dengan alasan politik, FIFA memutuskan untuk melarang partisipasi timnas dan juga klub Rusia pada ajang kompetisi internasional. Tidak hanya Rusia saat ini, FIFA juga dengan tegas membekukan keanggotaan Afrika Selatan selama puluhan tahun akibat kebijakan Apartheid negara tersebut.
Pada tahun 2015 Federasi Sepakbola Palestina telah mengajukan keluhan terhadap FIFA untuk menghukum Federasi Sepakbola Israel atas pelanggaran terhadap Pasal 72 ayat (2) Statuta FIFA. Terhadap hal ini FIFA telah membentuk Monitoring Committee Israel – Palestine, yang pada tahun 2017 berkesimpulan tidak dapat memberikan sanksi kepada Israel karena “kompleksitas, sensitivitas persoalan yang ada, dan menyerahkan isu ini kepada hukum internasional”. Kesimpulan ini telah ditentang oleh berbagai lembaga Hak Asasi Manusia internasional. Kajian dari ahli Hukum Internasional dan Anggota the Permanent Court of Arbitration Prof. Dr. Andreas Zimmerman dari Universitas Postdam menunjukkan bahwa FIFA telah bersikap politis dan telah melanggar Statutanya sendiri.
FIFA terang-terangan menerapkan standar ganda. Untuk Rusia dan Afrika Selatan, FIFA tidak ragu mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh pertimbangan politik. Akan tetapi, menyangkut isu Palestina, politik dan olah raga seakan tidak dapat bersentuhan. Padahal Israel terbukti secara nyata melakukan pelanggaran HAM berat serta hukum internasional. Komisi independen PBB pada bulan September tahun 2022 lalu, kembali menegaskan bahwa penjajahan Israel atas Palestina “tidak sah di mata hukum internasional”. Organisasi HAM ternama dunia seperti Human Rights Watch dan Amnesty International juga sudah mendeklarasikan Israel sebagai negara pelaku Apartheid, sistem politik yang menjadi landasan pembekuan keanggotaan Afrika Selatan oleh FIFA dahulu.
FIFA seharusnya mempertimbangkan aspirasi publik Indonesia, yang menginginkan penegakan konstitusi Indonesia secara konsekuen yang menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan menginginkan FIFA untuk secara konsisten patuh pada statutanya. Oleh karenanya, FIFA seharusnya membatalkan keikutsertaan Tim Israel dari Piala Dunia U-20. Alih-alih melakukan ini, FIFA secara semena-mena membatalkan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Hal ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan yang perlu ditentang dan dipersoalkan berdasarkan ketentuan Statuta FIFA.
Berdasarkan hal tersebut, dengan ini Gerakan BDS Israel di Indonesia, menyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas sikap publik Indonesia yang menentang keikutsertaan Israel dalam Piala Dunia U-20 yang tadinya akan diselenggarakan di Indonesia. Sikap publik Indonesia itu merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ingin menghapuskan penjajahan di atas dunia;
- Bersama dengan masyarakat Indonesia kami menentang tegas keputusan FIFA yang berstandar ganda ini dan Mendorong FIFA untuk mempertimbangkan kembali keputusannya, mengingat bahwa penolakan publik Indonesia bukan merupakan penolakan berdasarkan prasangka rasial, ataupun agama. Penolakan publik Indonesia merupakan dorongan moral berdasarkan konstitusi Indonesia sebagai negara berdaulat, dan aspirasi publik Indonesia supaya FIFA taat kepada Statutanya sendiri;
- Dalam hal FIFA tidak mengindahkan hal tersebut, Gerakan BDS Israel di Indonesia mendorong dan menuntut PSSI untuk mengirimkan notice of dispute kepada FIFA, mengingat kerugian yang nyata terhadap publik Indonesia, baik secara materil dan moril akibat pembatalan tersebut, dan memberikan solusi yang adil terhadap status Timnas Israel di Piala Dunia U-20 berdasarkan Statuta FIFA;
- Dalam hal FIFA masih berkeras terhadap keputusan tersebut, maka mendorong PSSI untuk menjalankan proses sengketa di Court of Sport Arbitration (CAS) berdasarkan ketentuan Pasal 56 Statuta FIFA.
Let’s Kick Occupation Out Of Football
Gerakan BDS Israel di Indonesia